Ruang refleksi diri, ruang berbagi.

Tampilkan postingan dengan label poems. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label poems. Tampilkan semua postingan

Puisi || Perandai-an || DM

Desember 11, 2019



Perandai-an

   Jika serupa tangkai kan selalu di genggam.
Jika serupa langit kan selalu di pandang..
Jika serupa khayal kan selalu terbayang..

Diri sedia memutar peran
menikam bayang, mewujud tindak
kan dibuatnya terbalik izin tertanda
langkah ini tak bernyawa

kini..diri terjebak pada sorotnya
Jika sinarnya sanggup memikat
Jika lirihnya sanggup menyita
Jika bisunya sanggup mengalihkan

Dan..

Jika sudah hampa terpampang
Siapa patut diberi tanggung?
Hey..sinar, langit, bulan
Kami butuh jawaban










Puisi oleh      : @daivamaritza
Ilustrasi oleh : @adelsalsaa

Puisi | Rapuh juga Rapih | DM

November 04, 2019

-Rapuh juga rapih-

Sorot mata bak bulan sabit memukau dengan cerahnya
Merengkuh hati tiap manusia bersamanya
Menutup skenario terburuk dalam hati yang sedang beradu, beradu tuk menyayat jiwa sang pemilik
Menatap lurus isi mata dengan segenap sinar yang di pancarkan
Semakin dalam...semakin redup lentera indahnya
Semakin di telisik semakin perih yang di dapat
Semesta menutup rapat rasa hancur pada diri mungil nan rapuh dengan segala kerapihannya.

-DM



sapa penulis

Insagram : @Daivamaritzha


Puisi | Pudar bersama langit | Dm

Oktober 05, 2019

-bersama langit-


Lembar kisah dibawanya pergi
Bersama rindu yang menguntit 
Mengenyahkan raga yang terbalut ego dalam lara

Konspirasi terbaik dalam kabut yang menyelinap masuk

Membuat sang empunya meracau hebat
Racauan kuat yang selaras dengan sayatan luka dalam rasa




Asin dikemasnya rapat dalam pelupuk mata mungil
Isakan dibiarkannya memudar bersama tangisan langit
Ragapun dibiarkannya gontai dalam serbuan angin sendu


                   -Dm
 


















51019*



sapa penulis

Insagram : @Daivamaritzha

Gambar oleh : Adelia
Instagram : @adelsalsaa

maka hiduplah hari ini, lusa, dan selamanya

Juni 14, 2019


"mari minumlah," kata ku sembari menaruh cangkir pada pelataran meja yang berdebu,
kepala mu hanya terangguk sembari memalingkan pandang pada ilalang di depan kediaman ku, entah apa yang membuat ilalang itu lebih memikat gilotin kornea mu.
tak mau banyak bicara seperti orang orang pada umum nya. selepas kau minum, langsung saja ku hujam jantung dengan sebongkah pertanyaan tentunya.
"ada apa disana?" seketika badan mu bergetar, seraya menggigiti bibir itu. tanpa aksara lagi, sudah kutemukan jawabnya, pada angin bersiul itu
pada bunyi gugur daun jambu di halaman belakang, pada bisik rumput terhadap tanah, kepada isyarat semut kepada akaran di tanahan
yang kau tunggu hanyalah hujan semata, sembari memandangi ku sepanjang waktu. ketika mata kita tlah terikat satu sama lain,
pada mula nya gerimis telah tumbuh pada sudut sudut mata mu, sebelum aku akhir nya menggil atas lebat nya tangis yang tak pernah bisa lagi kau bendung.
lalu lahirlah temaram, dari seselaan perbukitaan ujung desa itu. memungut nafas secara berantakan, mencoba menawarkan senyuman. tapi alis mata mu terlalu berduka untuk
berdansa. apalagi yang bisa ku tawarkan? menawarkan ketenagan pada batiniyah mu, raga ku saja tak mampu. lalu apa? coba beritahu?
jangan diam begitu. hey? kamu ini bisu ya?
itu beberapa kata kata, sebelum pada akhirnya tubuh ku pun ikut kuyup atas air bah yang tumpah dari mata mata mu
yasudah, mari kita buat persembahan pada akhir hari ini. kita pantik api yang besar di tengah hutan. silakan kaki kaki nya, kita cari ketenagan abadi
sudah pasti kau mau ketenangan abadi itu,
mari, sebelum gelap kita harus sampai ketengah, agar kelak ketika purnama mengawasi kita, kita bisa bersembunyi atas lebat pepohonan, dan riuh penghuni nya.
agar ia tidak bisa mengawasi kita semalaman, agar kita bisa berbuat apapun yang kita mau, mau kan?
ketika fajar menjelang nanti, kita daki bukit itu. nanti biar ku kalungkan leher mu dengan juntaian kamboja itu.
selepas itu, aku yakin betul, desahan curug pasti memanggil kita. ia berdoa, agar di tubuh nya yang dingin itu haruslah tumbuh kehangatan dari
masing masing kita, ketika senja nya mulai luruh, surya pastilah bersungkem atas kita, sebab hal hal yang tlah kita lewati hari ini,
tak terbayang bukan?
karnanya, mohonku dengarlah
hiduplah hari ini, lusa dan selamanya
mau kan?

"Remuk dan tak tersampaikan"

September 16, 2018

puisi 'remuk dan tersampaikan'






'remuk dan tak tersampaikan'


rinduku sekejap,
sehabis itu fana, lantas kemana.
masih adakah nama ku, di tengah malam mu
sebab, dikatakan atau tidak dikatakan
cinta tak akan berubah makna
semestasa berkaca kaca meng-ikhlas kan langkah mu
langit beriak, berpola memecah 
di tiap pecahan mengisyaratkan senyumu tlah dimiliki

             dalam pasrah, kepalaku tertunduk
         menyusuri kesendirian menapaki kehilangan
         disini malam akan selama nya tentang bintang mati
         tak lagi enggan berpijar di andromeda

eclipse di urai,
tangis semesta kembali menderai
satu lagi bintang mati
tak kembali,
berharap kan hidup kembali


aku tertunduk lusuh, 
menunggu gemuruh yang lantas meluruh seluruh isi tubuh
tiba juga, ketika raga ku berjalan
tapi tak pernah ada lagi kau di dalam nya
aku masih kuat menapak
meski di dalam tubuh sudah hancur beserak

''Tak Ada Hujan Di Tengah September''

September 12, 2018




sebuah prosa;


'Tak Ada Hujan Di Tengah September'

meski hujan enggan turun lagi,
tapi september selalu mendung gelap
basa-basi yang makin dingin di terpa semilir 
pena, kertas, keresahan 
tertata rapih di meja,
dimana dahulu tempat emosi bermanifestasi

 'september memang belum sepenuh nya ber akhir,
memasuki pertengahan mu. rindu datang sebagai sesuatu yang baru.'

haru, terkadang datang lalu pulang
tanpa pamitan ia masuk dan menelisik kapan pun ia suka
di september, aku tak lagi berbicara pasal hujan yang mengguyuri pipimu
nampak nya, kepergian ialah jawaban. mengapa hujan tak turun di pipimu lagi

'kau, pluviophile. bertengadah ke langit hujan dan seluruh isi bulir yang memuat kenang di dalam nya'
akulah sendiri,dan  kaulah kisah yang belum selesai kutulis.
kisah berhenti, tak berdetak tak banyak lisan
lalu waktu mengubur segala-gala nya
sampai sekarang, kau abadi di dalam kesendirian yang kubuat.
abadi sebagai sesuatu yang belum ku selesaikan
abadi sebagai sesuatu yang belum ku temukan intinya
lalu, sekarang.
abadiku hanyalah tentang sesuatu yang belum usai

         'sebab ricik di pertengahan september, hanyalah penghapus jejak yang penuh  ragu'
nyatanya, tiba juga masa nya. tak jauh sebelum kau beranjak dan meng ikhlas kan segala
naif itu ibarat mabuk,
di panggang hingga rangka pun,
tak sadar di buat nya
sebelum september, doa doa di keras kan. agar di september tetap turun hujan seperti sediakala
terlalu banyak per andaian di september
seperti berandai kau kembali seperti sediakala.

'ber andai, ibarat hujan di tengah september'
dan hujan, ialah pertemuan yang berulang
seperti siklus hujan, air dari bumi naik ke langit lalu turun ke bumi
seperti kita, sepasang insan bertemu dengan waktu
lalu di urai menjadi pelangi
meski bukan hujan, setidak nya kita bagian dari keindahan sesudah hujan
seperti pelangi, meski sekarang berbeda, pemisahan
membuat kita lebih melengkapi



                                                            -selamat 'memperingati' kelahiran di bulan september

   
september memang banyak kisah, mencoba melawan resah untuk sebuah kisah yang lebih indah.
semoga hujan turun di lain september atau di akhir september
  banyak kisah di september,
semoga bahagia, semoga pertengahan adalah awalan sesuatu,
semoga di semogakan segala sesuatu nya...
selamat tinggal pertengahan september, semoga sampai jumpa..

untuk semua kelahiran september, bahagialah sababiyah hujan tak kunjung turun,
harapan masih lapang sampai penghujung..


-matabangau..  

"setitik memori"

Agustus 02, 2018
Hasil gambar untuk setitik


Titik Memori
Teruntuk engkau yang jauh bersama kekasih.
'Ku ingin kau tahu tatkala kepergianmu meninggalkan sebuah rindu.
pula, kepergianmu adalah sebuah sendu yang pilu teruntukku.
Bilamana engkau kembali padaku tak 'kan sanggup' ku menahan cairan emosi.
Mungkin bilamana dikau kembali, akan bisa menutup setitik memori yang dulu terjadi.
Tapi itu semua hanyalah sebuah mimpi yang terbalut oleh imaji yang dikarang dengan sebuah puisi.


-j.syah




















puisi bertema tentang 'rindu tapi sengau' ini di tuju untuk seseorang entah siapa atau mengapa..

poems by @jewerysyah
email : bayukecr@gmail.com


salam aksara dan literasi....



"bidak tanpa alas"

Juni 28, 2018
                                                                                           Hasil gambar untuk papan catur                                                      


sebuah papan catur,
hitam putih di dataran nya
tak perlu bidak untuk berjalan di alas nya
masalah telah bermain di hitam putih nya

 kadang kita bahagia, kadang pula harus menuai kecewa
 melangkah di kedua warna
 menanti sang masalah mengambil gilir
 mengikuti sang takdir, yang tak kunjung hadir

   kasih, jika dikau jera
   melangkah keluar lah
   tak mengapa, biar ku susuri sang hitam
   seorang diri
   agar kau lancar menapaki bahagia

  izin kan lah aku, kasih
berjalan di lajur barat cakrawala
agar dari kepergian ku
kau hadir lagi di alas ufuk timur

setelah dari kepergian mu,
tinggal kan lah aku seorang diri
mencoba bersinar sendiri

 renta, menua, bersama senja
dan pada akhir nya mati
di penghujung langit kelabu

 

"ruang sempit"

Juni 23, 2018
                                                                 
                                                                   

akan ada malam,
dimana katup mataku
tak lagi berat menahan rindu

akan tiba malam-malam biasa,
dengan bias purnama yang mencerca
di sekujur jendela

ada pun, mereka yang terbiasa
di gelayuti beratnya kantuk,
binasa di tikam sepi

hanyut dalam mimpi
puing-puing sisa malam lampau
terlarung dalam sepi

malam-malam biasa pun kian tiba
dimana ku tahan rindu
sepi datang membunuh

kian,
kita abadi dalam ruang hampa
tempat yang membelenggu rindu dan sendu
entah ke antah-berantah

"sekuntum senja, ke arah tenggelam"

Juni 21, 2018




               "entah lah"
Entah aku yang terlambat mengenalmu
Atau kau yang terlambat datang dihadapanku
Kini aku terperangkap oleh keterlambatan sang waktu
Yang membuatku terlanjur jatuh hati padamu


ku pahat wajah mu di monumen kesepian ku, agar kelak
ketika sepi memjemput, ia menjelma relif bertajuk paras mu.
sore ini,
jadikan saja aku dandelion senja mu, tak mengapa.
agar di petang yang mulai meremang,
kau bisa memetiku, mengamati ku, bahkan membaluri ku dengan cahaya matamu,
jika dikau berkenan.
meski pada akhir nya, aku pula binasa

"fuuh"
di saat saat terakhir,hanya aku satu satunya
dan memang aku lah yang akan menjadi satu satunya
binasa di semilir tiupan mu, yang IA pun taakan pernah mendapatkan nya
pergi ku, dirayakan bibir mu
ku dapatkan senyum mu, meski aku telah di ketinggian
kelak nanti nya kupersembahkan padamu, wahai malam.
terkadang, ada kala nya kepergian harus dirayakan
berbicara pasal mu, kepergian hanyalah tentang dalihan

'Ironis di separuh malam'

Juni 19, 2018



selamat malam,
wahai rindu yang hening di dalam kening, serta bisikan mu 
yang  menelisik hingga ke petang yang berisik
serta manis nya luka yang engkau tengah toreh kan, disini aku merayakan fana bersama bekas luka yang masi menganga
selepas malam ini, mari rindu. kita rayakan subuh bersama kenagan yang menyepuh kalbu


wahai nurani,
tidak kah kau lihat betapa kejam nya di sayat
bukan kah aku telah berpesan,"tajam kan dulu rindu mu, lalu kau sembelih aku. tak perlu sematan doa-doa mu
agar aku kelak mati dengan cepat, tidak perlu. perlu kau tahu, rindumu menyatku hingga ke kata terakhir.
yang di dalam serak terakhir dari kerongkongan, hanya ada ejaan nama mu

wahai kenang yang merajuk dalam terang,
kini kita bertemu di suatu tempat yang pernah engkau rindukan bukan?
kenapa kau enggan melihat ku, kau hanya termanggu sembari menunggu ku datang
kenapa kau enggan mencari?
asik asik nya kau bersetubuh dengan gelap, melahirkan lebih banyak 
kata dan air mata.

telah kupatah kan sayap harapan, agar bersama ku. ia tenggelam ke dalam mimpi-mimpi yang kelam

'Tua dalam dada'

Juni 17, 2018







serupa malam,
aku ingin, menyelimuti pandangan mu dengan gelap ku
menutup katup mata dari derita, realita bahagia

aku jua, tengah menjelma awan kelabu
berkelana di sebuah malam, membawa rintik gerimis
ricik ku, melindungi tangis mu agar tetap terjaga
tak terdengar semesta

pula, kelak aku juga ingin merupa purnama mu
menggelayuti di setiap malam-malam mu yang muram
biasku, menjaga mu agar kelak engkau terlelap

untuk itu,
aku ingin menjelma aku
untuk tetap bisa menjaga mu...


"bung-su"

Juni 07, 2018









si bungsu berbadan lusuh,
manis mu tengah menusuk ku hingga ke pembuluh
menyulam tiap-tiap keping darah dari aorta menjadi tiada
satu persatu harapan tumbuh memenuhi sirkulasi
menyayat bagai keris di sekujur pulmonalis
menahan lebih lama karbondioksida di dada


sebab kata bisu yang keluar dari mata
ialah alinea untuk merapal lara semata
mata mu mengerling, nafas mu mendingin
di kesepian yang lapang, jeritan pun melengking
kini,
lidah ku pun bisu tak bisa berdalih
pahit yang kau tumpah kan dari sisa kenang
kian masih ku teguk dalam genang sisa air mata





"apatis kronis"

Juni 06, 2018






matamu biru
senyum membisu
di cakrawala yang abu abu,senja selalu mengajari rindu,
menunggu tanpa jemu
walaupun danau berbatu membelenggu.

air payau di cumbu kupu kupu
meski rindu masih merancu
ambigu ku tersipu sipu
halu melagu

wahai dikau disitu,kau ku tunggu.
sembari kuteguk residu janjimu sebelum
pergi meninggal kan ku..

"gadis berpanyung gerimis"

Juni 05, 2018


ku dengar,diorama yang sedang kau ukir tak lagi bersyair 
dan pula, kuas yang kau kenakan tak lagi basah
kanvas yang kau coba rajutkan warna di dalam nya,tak lagi selaras.

di bawah naungan stratocomulus, dada ku terhunus
berpanyungan mendung, darah ku tumpah serapah
menyeruak, mengaliri  setiap genangan di  sudut kota
bau tanah yang merekah hingga ke cakrawala
menyeduh sang kelopak mata,
hingga awan tenggelam oleh kelam dan hitam

ketika langit sudah kau sumpah
gerimis pun tumpah
membasah di tanah
menembus nya hingga ke akar-akar
pohon yang hampir tanggal

telah mengering sisa rindu tinggal kenang yang masih menggenang
mari, manis.disisa gerimis kita menangis
aku menangis untuk kita,lalu kau menangis untuknya
dari kita,yang masih tersisa hanyalah 'separuh dan tak pernah utuh'..


ke arah barat

Juni 03, 2018







KE ARAH BARAT

dan ketika sayatan rindu rindu itu
terbang gemulai tertiup angin
ku harap ia enggan kembali

dan ketika angin berbisik
diraga yang terusik...

"entah,dimana angin itu berbisik?"


tiap tiap dari
tiupan nya ke barat....
hanya mengundang mendung
dan tak berharap menggandeng
gerimis.

tapi lihat...


andai,angin angin itu bertiup kebarat...
ku layang kan cemas di atas merah nya senja
yang dia pun enggan perduli

Namun bagi nya,
bahagia adalah,dandelion yang berterbangan ke barat..
lalu menghilang bersama senja yang di nikmati nya bersamaan
di dekepan orang lain

"laksana gurauan maya"

Mei 31, 2018

ku puji kau wahai yang terbiasa memurung
padahal langit tak sedang mendung,
kupuji kau wahai yang cantik saat merenung
dan indah nya engkau wahai yang berbalut kerudung.


paras melankolis,
yang membuat hati makin ter iris
senyum manis,
tak pernah habis.

bayang mu hadir tatkala mata ku kemayu
tergores kesadaran,senyum mu hadir bak sandaran
seluruh tentang mu,akan menjadi pesta pengantar tidur ku
kuingat satu persatu tentang molek nya tubuh mu
di sisa sisa kesadaran ku,jemari ku menari di dataran wajah mu yang berseri

ah,begitu indah rasa nya
berserta realita
bahwa kau adalah milik nya

"selpas subuh"

Mei 29, 2018
aku pagi ini,
adalah embun yang masuk tanpa permisi,
membasahi setiap sudut kaca dan jemari mu pasti bersekutu
sebelum raib,ia lebih suka menegur mu kala mata mu sayu
dengan caranya ia mewangi dan membangunkan mu

suara menyapu di halaman 
ibu mu,membersih guguran daun jambu yang mengotori halaman rumah mu
sedangkan kau,sibuk menyirami melati kesukaan mu
mentari menyinari,wajah mu pula berseri-seri
di kediamanmu.

kala pagi,kutitip kan rona bahagia nya padamu wahai mentari
agar kau mengerti,wahai mentari.mengapa malam ku selalu menyinari
ku tulis kata panjang,ku susun kala di ranjang
dengan perasaan yang masih meradang,dan di temani bayang mu yang remang remang

cinta

Mei 24, 2018
cinta

luka itu indah
darah yang memerah
membias kelangit di cumbu sinar rembulan
daun-daun bambu menggelitiki
dan sungai mendesah jernih
engkau telah merobek dengan sembilu

dengan senyum manis teramat tulus
luka itu manis sekali
aku selalu ingat bagaimana kau membelaiku
sambil meremas-remas dan memutar usus ku

darah ku terkesiap lagi
jika cambuk mendera di tulang belulang
aku akan menyebut nama-mu
ber ulang-ulang
dengan penuh cinta 

ambigu sparatis

Mei 23, 2018
sebab tuhan menciptakan malam untuk berteduh
maka izin kan aku untuk mensyukurinya dengan cara 
berteduh dari sisa elegi ku


telah kupatahkan sayap harapan, agar bersama ku,
ia tenggelam ke dalam mimpi yang kelam.
terbang kesana kemari,
bebas terhempas udara sore, melayang ke arah temaram memuram
menuju malam, pengharapan masih terpangku di sudut jendela
memandangi bulan perlahan naik.


terimakasih atas rentetan senyum dan mata indah mu 
malam ini, semua itu ku abadikan dalam larik dan sajak ku
jangan khawatir, jika kau lupa akan alasan mu tak lagi tersenyum
kemari lah, senyum mu telah ku ukir sebagai prasasti keindahan yang pernah ku buat 
tak perlu buku ke ajaiban dunia untuk membuat mu bertahan
cukup, di mataku..
matamu tak akan pernah ku buat berkaca kaca 

About Us