Illustrasi cerpen Es krim Minggumu
"Es krim Minggu mu."
dalam mimpimu, ia terus saja
bercerita tentang rasa-rasa pada eskrim. ditengah marak ragam rasa pada eskrim,
untung yang kamu dengar hanya coklat, vanilla dan strawberry, jadi kamu bisa
kenyang hanya dengan mendengar tanpa harus menerka-nerka rasa baru. rasa yang
nampak begitu nyata sepertinya berhasil membuatmu malah ingin tidur dalam
jangka waktu yang lebih panjang.
di nun jauh, apabila tergambarkan maka ialah sebuah tempat dalam
lukisan, sebuah tempat seperti dalam negri dongeng, manabila kamu lihat, niscaya
yang kamu lihat ialah bentangan menghampar.
"lalu apakah mereka hidup layaknya dongeng juga?" dengan
tanya, tanganmu menopang dagu.
"maksudmu?" tanyanya agak heran.
kamu mencoba menerjemahkan maksudmu menjadi kata-kata.
"aku agak bingung sebenarnya," kamu mencoba tegap dan perlahan
menurunkan tanganmu dari dagu. "maksudku, dengan tempat seperti lukisan dan
layaknya negri dongeng, apakah penduduknya juga hidup demikian?"
lalu ia menundukan kepala sejenak, kemudian menaikannya seperti teringat akan sesuatu, seraya berucap:"aku pernah mendengar sebuah kisah yang mengatakan jika di sana itu, kamu bisa hidup dan menjalani hidupmu hanya dengan kata-kata. bahkan kamu bisa merasa kenyang serta bahagia hanya dengan mendengar kata-kata."
"kalau begitu aku tidak ingin menjadi lelah, aku hanya ingin
menjaga eskrimku agar tetap beku dan menghabiskannya dalam kondisi
demikian." lontarmu dengan polos.
"tidak hanya itu, kamu juga bisa menikmati eskrimmu sebanyak
yang kamu mau." lantas jidatmu mengkerut, wajahmu mulai kecut, kamu mendengar pernyataanya seperti
orang tidak yakin.
sudah lima jam lebih apabila dihitung dalam waktu normal, ia
terus saja bercerita. kamu yang semula merasa kenyang dengan tiga rasa pada
eskrim, perlahan merasakan haus.
matahari begitu dekat dengan tenggorokanmu, air selokan dipinggir halte
tak ada yang bergerak, angin menjadi berwarna dan beraroma. kamu mulai letih,
wajahmu mulai lelah, badanmu mulai pegal menjalar karna selama lima jam lebih
waktu normal, kamu hanya diam-duduk, dan tersenyum mendengar ceritanya. sempat
muncul dibenakmu, bagaimana bisa aku merasakan lelah yang begitu padahal aku
hanya duduk, dan cerita yang ia bawakan juga seru.
berselang, terhitung setelah
tiga puluh menit selepas kamu berkata demikian, kamu mendengar bunyi yang mengalun, angin berjalan melewatimu, kamu
hanya celingak-celinguk mencari, bertanya,"apakah warna angin barusan?
rasanya sejuk dan membuatku sedikit mengantuk." sayangnya itu hanya kamu
simpan untuk dirimu.
angin terus memelukmu dari belakang, mengusap kelopak matamu, berjalan melewati kupingmu seraya berbisik dengan hal yang hanya kamu yang tahu, tentang apa yang dibisikan angin. perlahan pandanganmu menjadi ada lalu tiada, ada lalu tiada, ada lalu tiada. kepalamu mulai turun tapi berulang kali kamu mencoba mengangkatnya kembali. sampai singkatnya nafasmu tlah menjadi ringan, leher dan kepalamu tlah menjadi penurut, tapi samar-samar kamu masih mendengar ia bercerita.
ia bercerita dengan wajah yang sama, dengan bibir yang tidak pernah
terlihat kekeringan saat kata demi kata berloncatan keluar, serta dengan
kata-kata yang hampir mendekati nyata. sebelum kamu benar-benar hilang, kamu
memastikan sekali lagi bahwa ia masih benar-benar bercerita, kamu tak tahu agar
atau untuk apa memastikan itu tapi ntah, mendengarnya membuatmu merasa senang.
cuaca tetap saja terang tapi
untungnya tidak terlalu terik. sedari tadi kamu merasakan gatal-gatal pada
betis dan lenganmu. sembari bangkit kamu mencoba menepuk-nepuk celana
belakangmu seperti membersihkan sesuatu. beberapa menit kamu hanya terdiam,
tidak terlalu lama mungkin hanya tiga menitan waktu normal. dengan kebingungan
kamu mencoba mengingat-ingat kejadian dan tempat terakhir kali kamu berada.
"di sini ada orang tidak? aku numpang berteduh, ya?"
ucapmu, ketika melihat bangku yang duduk di bawah pohon rimbun. tanganmu meraba
bangku, tidak tahu untuk apa, kamu memang suka seperti itu. dengan gerakan yang
perlahan kamu mulai duduk, diiringi celingak-celinguk untuk memastikan bahwa
hanya ada kamu sendirian. dalam posisi setengah bersandar pada kedua tanganmu
yang kebelakang, kamu menghela nafas yang tidak begitu panjang, kamu dengan
celingak-celingukmu yang khas kembali memastikan keadaan sekitar, namun hanya
bunyi angin. kamu tersenyum sembari merebahkan tubuh kecilmu pada bangku dari
bambu itu. kamu melihat keatas, tepat kecelah-celah daun, cahaya seperti
berebutan untuk masuk. hanya ada suara angin menyenggol-nyenggol daun, dan
suara hewan ternak yang entah dari mana asalnya. bentangan hijau lengkap dengan
landskap sawah, angin yang mengenai orang-orangan sawah.
kamu melihat sebuah bukit begitu hijau, di bawahnya terdapat
karung-karung gandum tersusun sepertinya itu habis dipanen, sayur-mayur, padi, serta hewan ternak yang
berhamburan, lalu tiba-tiba terdengar gemericik air yang membuat hatimu sedikit
damai, karna bukan hanya menenangkan tapi kamu bisa kapanpun mandi serta
mengambil air tersebut.
angin terus saja berbicara kepada alam, bercipak-cipak di air,
berlarian di rumput rumput, serta membunyikan lonceng-lonceng dari hewan
ternak. dengan hati dan fikiran yang damai perlahan kamu memejamkan mata,
meminjam nafas pada tempat itu.
"tempat yang ia ceritakan itu--" dengan mata yang
terpejam kamu hanya tersenyum mengingat itu. "pasti tempat itu di
dekat-dekat sini." sambungmu dengan tertawa kecil.
perlahan rintik air jatuh tepat pada keningmu, menetes dan membuatmu sontak membuka mata. kamu terbangun dihadapan alun-alun warga, kembali celingak-celinguk mengingat apa yang barusan terjadi "kayanya tadi cuma mimpi." ucapmu sembari berdiri dan meregangkan badan. "aku tadi mimpi apa, ya?" kamu mengucapnya sesekali sambil mencoba mengumpulkan ingatan-ingatan. seperti halnya orang yang bangun tidur, kamu pun menyerah untuk mengingatnya.
kamu berjalan dengan kebingungan yang menggerogoti rambutmu, kamu tidak gatal tapi tanganmu terus saja menggaruk kepalamu. kamu terus berjalan dengan kertas yang putih dan tulisan yang tak pernah bisa kamu baca, namun pada keyakinanmu, suatu saat tulisan dan penulis itu akan muram. langkahmu berpadu antara bumi yang kamu pijak dan kertas yang kamu injak, disepanjang perjalananmu menuju rumah kini terasa berbeda, kamu menemui pohon dan tiang-tiang pinggir jalan kini berubah menjadi makanan-makanan sehat, alat kepintaran, serta jaminan kebahagiaan masa tua. kamu tergiur tapi kamu tahu bahwa
"ini bukanlah negri yang ia ceritakan, ini kan negri tempatku tinggal, mana mungkin semua itu ada." tawamu tipis dan sedikit psimis.
haripun semakin sore namun kamu tak kunjung sampai kerumah.
"rumahku di mana, ya? perasaan kemarin mash di sini, aku kan cuma tertidur
sebentar masa ada yang membawa kabur." waktupun berjalan jauh, kamu hanya
merenung melihat awan, sembari berharap negri diatas awan itu jatuh ketempat di
mana kamu duduk sekarang.
tak pakai waktu lama, tuhan tahu, doamu terkabul. kamu melihat
sesuatu yang terang dari atas. dalam penglihatanmu, semua nampal putih dan terang. kamu mulai merasa
sedikit guncangan, itu membuatmu khawatir.
"ini ada apa ya, tuhan?" suaramu mengecil.
kamu hanya terperangah melihat keatas dan semakin kehilangan dirimu
perlahan, pelan, pelan hingga kamu merasa sepenuhnya kehilangan.
kamu tak bermimpi, kamu
hanya terbangun di tengah taman dengan keadaan lapar dan haus. kamu tak tahu
waktu itu pukul berapa, yang kamu dengar hanya suara adzan itu lumayan jauh.
kamu hanya mengusap mukamu seperti gerakan selepas amin. kamu mengambil botol
air sisa yang ada ditanah rumput. terdengar botol itu mengkerut dan kamu
memasukannya ke karung sehabis kamu meminumnya.
kamu mulai melilit karungmu dan memikulnya, dari wajah dan suaramu yang sedikit agak kaget, sepertinya ada lelah yang senantiasa yang memelukmu. air yang kamu minum tidak mengubah rasa apa-apa yang ada di dirimu. kamu berjalan dengan pandangan tertunduk, mencari malam ini dan hari esok, siapa tau itu ada dibawah, di dekat kakimu.
terlebih dahulu kamu memutari taman, melongok kebawah ketika sampai pada setiap sudut taman. kini
langkahmu telah benar-benar jauh dari kursi taman, kamu tak pernah perduli
benar dengan apa yang pernah kamu tinggalkan di sana. kamu semakin kecil dalam
pandangan kursi dan taman, hingga pada akhirnya kamu resmi meninggalkan kursi taman dan mimpi
itu.
kamu telah yakin dengan apa yang kamu semai atas hari ini. kamu
pergi bukan untuk mencarinya, tapi
untuk mempersiapkan diri untuk makan eskrim karna,
"malam ini malam minggu dan esok pasti banyak tukang eskrim di
sini." ucapmu tersenyum dan berjalan dengan riyang.