After Reading || Review Buku: 'The Alchemist' - Paulo Coelho || Kesederhanaan ala Coelho.
Review Novel
'The Alchemist' – Paulo Coelho
![]() |
Sumber: Google. |
The Alchemist – Paulo Coelho. Atau jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi: Sang Alkemis, karya Paulo Coelho. Mungkin beberapa dari kita yang sampai pada halaman ini pernah mendengar atau bahkan sudah tidak asing lagi dengan novel tersebut. Novel yang pertama kali terbit di Brazil pada tahun 1988 ini, diperkirakan sudah laku terjual sebanyak 65 juta copy, serta diterjemahkan kedalam 80 bahasa, bahkan lebih. Angka yang cukup -- bahkan bisa dibilang fantastis untuk sebuah novel terbitan 1988 tersebut. Dibalik itu semua, terbesit sebuah pertanyaan tentang --
Namun sebelum membahas dan mereview lebih jauh tentang novel ini, izinkan saya memberikan beberapa pemberitahuan yang bisa jadi sifatnya penting, bisa jadi tidak. di review novel berikut ini, tentu mengandung unsur spoiler; Kepada siapapun yang takut akan ‘pengalaman membacanya’ rusak akibat review kali ini, silah kembali kapanpun, jika diperlukan. Namun, apabila dirasa dengan membaca ulasan ini dapat menghemat sebagian waktu, tanpa cemas pengalam baca terganggu, saya sebisa mungkin akan memaparkan review secara lengkap, menurut apa yang saya tangkap.
Tentu, saya amat sangat menganjurkan siapapun untuk tetap membaca novel ini dilain hari atau dilain kesempatan. Tentu implementasi setiap orang berbeda, dan fantasi waktu membaca setiap orangpun, berbeda-beda. Membuat setiap dari kita memiliki makna yang berbeda pula selepas membaca buku tersebut secara menyeluruh.Tanpa tambahan apapun, kita akan segera masuk kedalam reviewnya.
Sebelumnya, terlebih dahulu saya menceritakan latarbelakang; perjalanan menuju buku ini, dan berikut alasan untuk tetap membacanya hingga selesai. Bermula ketika saya berada disuatu forum diskusi interweb bernama, QUORA . Singkat cerita, waktu itu saya sedang mencari tahu tentang kehidupan seorang tokoh yang berkaitan dengan fenomena psikoanalisis, bernama Narcissus. Rasa penasaran dengan berbagai macam versi “Ending” dari seorang Narcissus, membuat saya melalukan riset kecil. Singkat cerita, sampailah pada sebuah kontent bacaan (Sebuah ruang di Quora, tempat kita mencari pertanyaan yang kita tlah ajukan.) di dalam kontent bacaan itu, ternyata termuat sebuah ending dari kisah Narcissus yang membuat saya cukup terpikat. Ternyata ending tersebut termuat dibagian prolog sebuah buku. Buku yang mulanya saya tidak ambil pusing dengan isinya. (Pada saat itu, saya hanya berniat mengutip dibagian Prolognya saja, sebagai Refrensi untuk sebuah tulisan.)
Bedah isi.
Baik, Saya akan coba untuk menceritakan secara garis besar tentang Novel The Alchemist, dari apa yang saya tangkap.
Garis Besar Novel ini bercerita tentang -- seorang anak yang terlahir di sebuah kota bernama, Andalusia. Yang kemudian bercita-cita ingin menjadi seorang penggembala dan berkeliling antar benua. Tergambar (dalam latarbelakang kisah tersebut), bagaimana kegelisahan seorang Santiago (gembala) akan sebuah mimpi yang kerap kali mengusik hari-harinya. Ia bermimpi; diperlihatkan sebuah petunjuk tentang harta karun yang terkubur disebuah padang pasir, yang digadang-gadang berada di Mesir.
Di dalam proses perjalannya -- sampai dengan menemukan apa yang ia cari-cari, kerap kali ia menemukan hal-hal baru yang lambatlaun mengubah hidupnya. Mulai dari bertemu wanita gipsi si penerjemah mimpi, yang dalam prasangkanya adalah seorang penipu. Bertemu seorang yang mengaku raja dari sebuah daerah bernama Salem, Ditipu seseorang yang satu bahasa dengannya, berjualan gelas kristal, hingga ikut pada rombongan karavan yang akan menuju gurun pasir.
Satu hal yang nantinya akan menarik, apabila berbicara tentang; bagaimana Coelho mengemas kesederhanaan sebuah kisah perjalanan seorang penggembala, hingga menjadi pada akhirnya sebuah ending yang mungkin akan terus diingat oleh setiap pembacanya.
Tentunya, saya juga akan membahas hal-hal yang krusial dan tentunya menarik untuk dikomentari. Mulai dari alur, tokoh, masalah yang disajikan, klimaks, penurunan, pengembangan tokoh, dan terakhir akan ditutup dengan ending.
The Alchemist sendiri, diceritakan melalui sudut pandang orang ketiga, dengan alur yang bisa dibilang “Hampir” keseluruhannya bersifat maju. Kata “hampir” sendiri menurut saya muncul karena, dibagian ending dari novel ini menyajikan sebuah flashback yang sebetulnya tidak terlalu intens dan tidak bersifat Reflection, sebagaimana yang sering kita temui.
Menurut saya, tidak diperlukan banyak usaha ataupun waktu yang panjang untuk memahami alur cerita yang disajikan oleh Coelho. Di ceritakan dalam sudut pandang orang ketiga, serta alur yang didominasi “satu arah (maju)”, membuat novel ini dengan sendirinya membawa keiikut sertaan kita dalam setiap perjalanan yang disajikan Coelho disetiap latarnya.
Setidaknya, ada dua tokoh yang saya suka betul, di luar dari anak ini: Sang pemandu unta dan Sang alkemis itu sendiri. Keduanya mulai menampakan eksistensinya dipermulaan halaman 100an hingga 100 menuju kebawah. Sang pemandu unta; dengan pola berpikir serta prinsip hidup yang disajikannya, berikut dengan kata-katanya yang membuat saya cukup terkesma. Justru tanpa disadari hal tersebutlah yang membuat citra tokoh “si anak gembala” Semakin hari mengalami kemajuan. Kemudian Alchemist itu sendiri. Solusi yang selalu ia tawarkan membuat saya atau bahkan sebagiankdari kita merasa “cukup” mendapatkan sebuah kepuasan. Dikarenakan, hadirnya Alchemist membuat setiap penyelesaian sebuah masalahnya menjadi berangsur cepat, kemudian kembali disajikan oleh masalah baru. Menurut saya, hal tersebutlah yang justru membuat novel ini selalu penuh akan hal baru untuk diexplore.
Di akhir bagian bedah isi, mungkin saya akan sedikit menuliskan pengalaman saya setelah membaca keseluruhan cerita The Alchemist. Perlu diingatkan, bahwasanya novel ini bergenre; Adventure, fantasy. Yang seharusnya mungkin disajikan dalam ratusan halaman, serta puluhan bagian BAB yang membuat dimensi buku menjadi jauh lebih tebal. Namun buku ini justru dikemas dengan 215 halaman, diikuti dimensi buku yang tidak terlalu tebal.
Hal-hal yang kurang saya suka, setelah membaca buku ini:
1. Bagian sampul. Jujur, pertama kali saya melihat cover novel ini, mengingatkan saya kepada buku-buku cetak sewaktu Sekolah Dasar. Namun setelah mencari tahu lagi, cover The Alchemist ini ternyata banyak dan bermacam-macam. Termasuk yang saya jadikan header dari tulisan ini, menurut saya itu versi terbaik dari cover novel ini. Walaupun banyak kata-kata tentang “Don’t judge book by the cover.” Toh, semua itu kan selera. Nyatanya buku ini tetap laku.
2. Part yang berlebihan. Menurut saya, terdapat hal-hal yang harusnya apabila diteruskan secara konsisten, maka buku ini medekati kata sempurna. Sebagaimana cerita dimulai, sampai memasuki beberapa kali klimaks, cerita terus menerus mengalir dengan mengedepankan logika, prinsip hidup, perenungan, berfikir rasional serta filosofis. Hampir semua berbau materialis. Walaupun tak luput dari pesan spiritualis serta pengetahuan mistis. Terdapat satu bagian, menurut saya terlalu berlebihan dan terkesan bertele-tele (dalam hal fantasinya), kurang rasanya, ketika sedari awal kita terus menerus digiring dengan hal yang berbau materialis.
3. Alchemist; hampir tak tersentuh. Tokoh tanpa celah. Setelah mengakui bahwa Alchemist menjadi salah satu tokoh yang saya suka, nyatanya hal tersebut justru berubah menjadi sebuah paradox. Dari awal kemunculnya, Alchemist digambarkan dengan wujud yang berwibawa, berilmu, terkesan memiliki semua pengetahuan diluar orang awam. Hal tersebut ternyata dibuktikan hingga akhir cerita. Alchemist, menurut saya adalah tokoh yang digambarkan selalu beberapa level lebih tinggi dari orang yang ia temui. Membuat saya berspekulasi, bahwasannya Alchemist adalah utusan langsung dari Maha Sempurna.
Berlanjut kepada
Hal-hal yang saya suka, setelah membaca novel ini:
1. Buku ini banyak menawarkan pelajaran dikehidupan sehari-hari. Dimulai dengan bermimpi hingga beranjak mewujudkannya.
2. Kata-kata dan quotes yang diberikan berbagai tokoh juga mungkin menjadi salah satu kutipan yang nantinya akan diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari. Begitu berlimpah, khususnya tentang bagaimana sebuah cita-cita harus diwujudkan.
3. Hampir semua tokoh bisa diteladani dan mudah untuk menjadikannya acuan dalam meniru prinsip hidupnya.
Implementasi dan hal-hal yang saya pelajari, setelah membaca novel ini:
Awal dari perjalanan besar santiago adalah berasal dari sebuah mimpi. Semenjak mendapat mimpi itu, Santiago mulai menggembala dan berkelana keseluruh tempat yang ia belum pernah kunjungi sebelumnya. Secara tak tersurat, pesan menggembala serta berkelana berarti ditujukan untuk mencintai kebebasan dengan cara menyingkirkan hal-hal yang menghambat: rumah, domba, anak gadis si penjual wol. Bahwasannya, justru kerap kali yang menghalangi kita untuk meraih takdir itu, ialah dirimu sendiri.
· . Bahwa takdir adalah yang terpenting. Saya tidak tahu relevansi antara takdir dan cita-cita, tapi keduanya amat berkaitan beberapa kali dalam buku ini. Bahkan, Santiago sempat dua kali mendapat ancaman kematiaan. Sesaat selepas menerjemahkan mimpi seekor elang yang jatuh dan ketika di padang pasir dan saat menjadi tawanan perang antar suku. Keduanya hal tersebut ia alami karena ia dalam proses mengejar takdirnya. Diikuti dengan kata-kata Sang Alchemist “mati dalam mengejar takdir, jauh lebih baik daripada jutaan orang yang mati dengan tidak mengikuti takdirnya.”
· Santiago begitu cinta dengan apa yang telah tertulis untuknya (Maktub.) dan mungkin, hanya takdirnya yang ia punya, sebab itu ia mulai belajar untuk mencintainya, mengejarnya, dan mewujudkannya. Serta ia pun yakin akan takdirnya, dibuktikan oleh kata-kata sang raja Salem yang masih ia ingat, dan ternyata memang benar adanya: “jika kau menginginkan dan mengejar takdirmu, maka semesta akan bahu-membahu membantumu, oleh sebab itu, kau harus bisa membaca seluruh pertandanya.” Namun, sering kali manusia takut untuk megejar takdirnya, karna menurutnya itu hanya akan membuatnya kecewa, setelah ternyata yang selama ini dibayangkan tidak seindah saat hal tersebut diwujudkan. Itulah yang disebut sebagai, hati manusia; karna rentan dan cenderung takut menderita.
Sesuatu yang luar biasa, ternyata adalah hal yang sederhana. begitu kiranya isi buku ini. Santiago menggembala, bertemu dengan banyak orang yang sedikit-banyak telah merubah dirinya. menyinggahi banyak tempat; membuahkan pengalaman baru. afrika, pasar, padang rumput, toko kristal, karavan, padang pasir, oasis, piramida. Ia berhasil mewujudkan takdirnya, ketika sebagian orang justru memilih untuk tidak mewujudkannya; karena hanya impian itulah yang membuat sebagian orang itu masih tetap hidup dan bertahan hingga saat ini. Mereka takut, apabila mimpi yang selama ini mereka kubur sebagai alasan mereka untuk hidup dan bertahan, alih-alih hasilnya tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Mereka takut kehilangan harapan tersebut, dan tetap memilih untuk mengunci impiannya rapat-rapat.
Demikian.
Novel tersebut dikhususkan, atau cocok untuk siapa saja? Dan bagusnya dibaca ketika umur berapa?
Tentu, novel ini dikhususkan untuk siapa saja, kalangan apa saja, yang siap dan berminat untuk membacanya. Selain n universal, novel ini juga berisi banyak pelajaran yang mungkin bisa diambil serta diterapkan, terutama untuk mencitai dan menerima sebuah takdir. Dan tentang bagaimana sebuah cita-cita dan tujuan adalah yang terpenting.
Terakhir. Dengan adanya Review novel kali ini, ditujukan sebagai sebuah refleksi (khususnya diri saya sendiri). Dan tentang bagaimana keterbatasan saya untuk menyerap serta mengingat-ingat hal krusial yang disajikan di dalam novel ini. Oleh sebab itu, saya menjadikan Review novel kali ini sebagai sebuah arsip kecil, baik untuk saya dan untuk pada sebagian dari kita yang mungkin membuthkan. Tentu, saya tidak akan pernah puas dengan apa yang saya tangkap hari ini dan kemarin, mungkin saja jala yang diberikan tidak terlalu besar, atau mungkin memang seperti itu adanya. Tapi mungkin itulah alasannya, saya akan selalu kembali mengulang hal demikian, berharap menemukan sesuatu yang lebih dan lebih.